Antara - Rabu, 1 September
Jakarta (ANTARA) - Indonesia memiliki cadangan uranium 53 ribu ton yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), yakni sebanyak 29 ribu ton di Kalimantan Barat dan 24 ribu ton sisanya ada di Bangka Belitung.
"Selain itu Papua juga diindikasikan memiliki cadangan uranium yang cukup besar. Tapi soal ini masih akan diteliti dulu," kata Deputi Pengembangan Teknologi Daur Bahan Nuklir dan Rekayasa Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Dr Djarot S Wisnubroto kepada pers di Jakarta, Selasa malam.
Perkiraan bahwa Pulau Papua menyimpan cadangan uranium atau bahan baku nuklir dalam jumlah besar didasarkan pada kesamaan jenis batuan Papua dengan batuan Australia yang telah diketahui menyimpan cadangan uranium terbesar di dunia, ujarnya.
Jika suatu PLTN seukuran 1.000 MW membutuhkan 200 ton Uranium per tahun, maka dengan cadangan di Kalbar saja yang mencapai 29 ribu ton Uranium, urai Djarot, itu berarti bisa memasok Uranium selama 145 tahun.
"Namun demikian tidak berarti kita akan memproduksi Uranium sendiri untuk PLTN. Karena untuk kondisi sekarang harga Uranium cukup murah, kita lebih efisien membeli saja dari negara lain. Cadangan Uranium bisa digunakan untuk kebutuhan masa depan," katanya.
Menurut Djarot, untuk menjadi bahan baku PLTN, Uranium hasil penambangan harus diproses lebih dulu melalui purifikasi atau pemurnian yang menjadikan bahan Uranium ke tingkat kemurnian yang tinggi sehingga berderajad nuklir dan bebas dari unsur-unsur pengotor lainnya.
Lalu dilakukan pengayaan untuk meningkatkan kadar 235U sehingga menjadi 2-4 persen dan akhirnya fabrikasi untuk menyiapkan bahan bakar nuklir dalam bentuk fisik yang sesuai dengan jenis yang dibutuhkan oleh reaktor nuklir, misalnya berbentuk pelet dengan diameter 10 mm.
"Untuk bahan baku Uranium di Reaktor Nuklir Riset di Serpong, kita memang membelinya dari luar, tapi harus diingat, bahwa kita memfabrikasi Uranium itu sendiri di dalam negeri," katanya.
Djarot juga menegaskan, bahwa suatu PLTN membutuhkan teknologi pengolahan limbah dan tempat pembuangan lestari karena tingkat radioaktivitas limbah nuklir tidak mungkin dilepas atau dibuang langsung ke lingkungan.
Lokasi pembuangan lestari limbah nuklir, urainya, haruslah di lokasi yang bebas gempa dan memiliki lokasi jebakan limbah sehingga tidak akan lari ke lingkungan serta jenis tanah liat.
"Selama ini memang kamilah yang mengolah limbah radioaktif dari industri dan rumah sakit. Sedangkan limbah akhirnya misalnya dari reaktor yang ada di Serpong, kita kembalikan ke negara asal," katanya.
Analysis :
"Selain itu Papua juga diindikasikan memiliki cadangan uranium yang cukup besar. Tapi soal ini masih akan diteliti dulu," kata Deputi Pengembangan Teknologi Daur Bahan Nuklir dan Rekayasa Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Dr Djarot S Wisnubroto kepada pers di Jakarta, Selasa malam.
Perkiraan bahwa Pulau Papua menyimpan cadangan uranium atau bahan baku nuklir dalam jumlah besar didasarkan pada kesamaan jenis batuan Papua dengan batuan Australia yang telah diketahui menyimpan cadangan uranium terbesar di dunia, ujarnya.
Jika suatu PLTN seukuran 1.000 MW membutuhkan 200 ton Uranium per tahun, maka dengan cadangan di Kalbar saja yang mencapai 29 ribu ton Uranium, urai Djarot, itu berarti bisa memasok Uranium selama 145 tahun.
"Namun demikian tidak berarti kita akan memproduksi Uranium sendiri untuk PLTN. Karena untuk kondisi sekarang harga Uranium cukup murah, kita lebih efisien membeli saja dari negara lain. Cadangan Uranium bisa digunakan untuk kebutuhan masa depan," katanya.
Menurut Djarot, untuk menjadi bahan baku PLTN, Uranium hasil penambangan harus diproses lebih dulu melalui purifikasi atau pemurnian yang menjadikan bahan Uranium ke tingkat kemurnian yang tinggi sehingga berderajad nuklir dan bebas dari unsur-unsur pengotor lainnya.
Lalu dilakukan pengayaan untuk meningkatkan kadar 235U sehingga menjadi 2-4 persen dan akhirnya fabrikasi untuk menyiapkan bahan bakar nuklir dalam bentuk fisik yang sesuai dengan jenis yang dibutuhkan oleh reaktor nuklir, misalnya berbentuk pelet dengan diameter 10 mm.
"Untuk bahan baku Uranium di Reaktor Nuklir Riset di Serpong, kita memang membelinya dari luar, tapi harus diingat, bahwa kita memfabrikasi Uranium itu sendiri di dalam negeri," katanya.
Djarot juga menegaskan, bahwa suatu PLTN membutuhkan teknologi pengolahan limbah dan tempat pembuangan lestari karena tingkat radioaktivitas limbah nuklir tidak mungkin dilepas atau dibuang langsung ke lingkungan.
Lokasi pembuangan lestari limbah nuklir, urainya, haruslah di lokasi yang bebas gempa dan memiliki lokasi jebakan limbah sehingga tidak akan lari ke lingkungan serta jenis tanah liat.
"Selama ini memang kamilah yang mengolah limbah radioaktif dari industri dan rumah sakit. Sedangkan limbah akhirnya misalnya dari reaktor yang ada di Serpong, kita kembalikan ke negara asal," katanya.
Analysis :
Uranium
Uranium mula-mula ditemukan oleh Martin klaproth, seorang apoteker Jerman pada tahun 1789. Uranium dalam keadaan murni merupakan logam yang berat, keras, berwarna abu-abu putih.
Uranium mula-mula ditemukan oleh Martin klaproth, seorang apoteker Jerman pada tahun 1789. Uranium dalam keadaan murni merupakan logam yang berat, keras, berwarna abu-abu putih.
Uranium adalah logam yang mengkilap hampir menyerupai baja. Pada suhu rendah (< 6580C) uranium mempunyai bentuk kristal orthorombik yang semiplastis dan sedikit lentur. Sedangkan pada suhu sedang (antara 658-7200C) uranium mempunyai bentuk kristal tetragonal, dan pada suhu tinggi (> 7200C) uranium berbentuk kubus dan bersifat plastis. Beberapa sifat fisika uranium antara lain berat jenis (kemurnian tinggi) 19.05 g/cm3, berat jenis (kemurnian sedang) 18.85 g/cm3, titik leleh 11320C dan titik didih 38180C.
Sifat khusus uranium ditunjukkan oleh isotopnya yaitu U-235 yang berarti mempunyai 92 proton dan 143 neutron. Apabila inti U-235 ditembak oleh neutron maka inti makin tidak stabil dan akhirnya membelah, maka terjadilah proses pembelahan/reaksi fisi. Pada saat reaksi ini terjadi, keluarlah diantaranya panas sebagai sumber energi dan 2 neutron atau lebih yang dapat menembak U-235 sehingga terjadi pembelahan. Proses inilah yang disebut reaksi berantai.
Sifat khusus uranium ditunjukkan oleh isotopnya yaitu U-235 yang berarti mempunyai 92 proton dan 143 neutron. Apabila inti U-235 ditembak oleh neutron maka inti makin tidak stabil dan akhirnya membelah, maka terjadilah proses pembelahan/reaksi fisi. Pada saat reaksi ini terjadi, keluarlah diantaranya panas sebagai sumber energi dan 2 neutron atau lebih yang dapat menembak U-235 sehingga terjadi pembelahan. Proses inilah yang disebut reaksi berantai.
Dengan adanya energi nuklir kita memiliki alternatif atau cadangan listrik untuk masa depan nanti. Walaupun limbah dari nuklir sendiri sangat berbahaya, tetapi jika di buang ke tempat yang benar limbah tersebut tidak akan menjadi masalah. Pemerintah bisa saja mengelola sebuah area khusus pembuangan limbah tersebut sehingga radiasi radioaktif dari nuklir tersebut tidak membahayakan jiwa masyarakat.
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sebenarnya telah banyak di aplikasikan oleh negara-negara maju di dunia, seperti di Amerika Serikat, Jerman, Inggris, Perancis, Rusia, Korea Utara dan Iran. Namun, untuk diaplikasikan di Indonesia, masih banyak pihak yang menyatakan ketidaksetujuannya karna kekhawatiran terjadinya kebocoran reaktor nuklir. Kebocoran PLTN pernah terjadi di Chernobyl dan Three Mile Island. Pada tahun 1986, reaktor pembangkit listrik no 4 di Chernobyl terbakar selama 10 hari. Peristiwa ini mengakibatkan 30 orang tewas pada kebakaran, kanker tiroid pada anak2, kerusakan genetik. Diperkirakan terjadi kanker yang dipicu Chernobyl menewaskan 4.000 jiwa. (Walhi). Trauma ini bisa menyebabkan takutnya warga di kawasan PLTN dan menghalangi pembangunannya.
BalasHapusJuga kurangnya penguasaan teknologi, budaya bangsa Indonesia yang korup dan kurang disiplin, dikhawatirkan dapat menyebabkan terjadinya kebocoran reaktor.
Jika ingin membangunnya, pemerintah lebih baik memanggil konsultan luar negeri berpengalaman untuk mnesurvei, merancang, mengawasi secara berkelanjutan sebelum Indonesia sanggup mengawasinya sendiri, melakukan pembinaan dan pelatihan karakter pengawas, pemilihan tempat yang jauh dari lokasi penduduk, dan pemasyarakatan.